Senja News – Harga emas mengalami fluktuasi pada pekan ini, dengan investor melakukan aksi profit taking setelah kenaikan tajam beberapa waktu lalu. Situasi ini diprediksi akan menjadi volatil karena pasar menantikan keputusan dari bank sentral Amerika Serikat, Federal Reserve (The Fed).
Data dari Refinitiv menunjukkan bahwa harga emas pada perdagangan Jumat mencapai US$2.337,71 per troy ons, naik 0,25% dibandingkan hari sebelumnya. Ini merupakan posisi tertinggi dalam seminggu terakhir. Namun, pada Senin ini, harga emas turun 0,11% menjadi US$2.335 per troy ons.
Meskipun terjadi koreksi pada harga emas, hal ini dianggap sebagai bagian yang wajar. Beberapa investor memilih untuk mengambil keuntungan karena siklus pelonggaran kebijakan moneter AS diundur ke kuartal terakhir tahun ini.
Pandangan pasar saat ini sedang tertuju pada kebijakan moneter The Fed dalam waktu dekat. Namun, kemungkinan besar The Fed akan menahan diri hingga pemilu AS tahun 2024 selesai.
Analisis dari CME FedWatch Tool menunjukkan bahwa pasar meyakini The Fed akan tetap mempertahankan suku bunga di level 5,25-5,5% pada pertemuan Mei, Juni, dan Juli 2024. Hal ini menjadi tantangan bagi emas karena kebijakan moneter yang ketat mendukung imbal hasil obligasi yang lebih tinggi dan penguatan dolar AS.
Meskipun demikian, emas tetap mendapatkan dorongan untuk kembali menguat. Ancaman inflasi global dan ketegangan geopolitik menjadi pendorong utama bagi emas. Utang yang terus meningkat, baik di AS maupun di negara lain, juga menjadi alasan mengapa bank sentral semakin banyak membeli emas.
Kepala Riset di Capitalight Research, Chantelle Schieven, menekankan bahwa utang pemerintah yang terus bertambah menjadi salah satu faktor utama mengapa bank sentral memilih untuk mendiversifikasi kepemilikan mereka dengan emas. Mereka melihat emas sebagai salah satu cara untuk melindungi kekayaan dan daya beli mata uang fiat di tengah ketidakpastian ekonomi global.