Senja News – Dampak gelombang panas ekstrem yang melanda Filipina tidak hanya terasa di sektor pendidikan, namun juga mengganggu kehidupan sehari-hari. Suhu yang mencapai 50 derajat Celcius di beberapa wilayah Filipina membuat para siswa dan guru merasakan kesulitan dalam menjalani kegiatan belajar mengajar.
Kirt Mahusay, 23 tahun, merasakan dampak langsung dari cuaca panas yang luar biasa tersebut. Sebagai seorang siswa, ia mengalami kesulitan dalam fokus belajar karena cuaca yang terlalu panas untuk ditoleransi.
Esmaira Solaiman, siswi SMA berusia 20 tahun, juga mengalami hal serupa. Meskipun belajar dari rumah, suhu ekstrem yang melanda wilayahnya membuatnya sulit berkonsentrasi dan merasa pusing.
Di tengah situasi ini, para siswa di Manila mencoba berbagai cara untuk mengatasi panas saat mengikuti kelas tatap muka, seperti menggunakan kipas angin portable dan bahkan kotak kardus untuk mendapatkan angin sepoi-sepoi.
Namun, tidak hanya siswa yang merasakan dampaknya. Guru-guru di sekolah juga mengalami kesulitan, dengan Memia Santos, seorang guru berusia 62 tahun, mengeluhkan peningkatan tekanan darahnya akibat suhu yang sangat panas.
Panas ekstrem ini tidak hanya menyulitkan siswa dan guru secara fisik, tetapi juga memengaruhi psikologis mereka. Ribuan sekolah di Filipina terpaksa meliburkan siswanya sebagai respons terhadap kondisi cuaca yang tidak dapat ditoleransi.
Xerxes Castro, penasihat pendidikan dasar untuk Selamatkan Anak-Anak Filipina, mengungkapkan kekhawatirannya atas stres yang dialami para siswa di bawah suhu yang melebihi 52 derajat Celcius. Proyeksi akan adanya lebih banyak penangguhan kelas di bulan Mei menunjukkan betapa seriusnya masalah ini bagi dunia pendidikan di Filipina.