Senja News – Kantor kepresidenan Rusia, Kremlin, mengecam keras tudingan dari negara-negara Barat terkait kematian tokoh oposisi, Alexei Navalny, di dalam penjara. Dmitry Peskov, juru bicara Kremlin, menyatakan bahwa reaksi histeris dari para pemimpin Barat terhadap kabar kematian Navalny dianggap sebagai sesuatu yang “benar-benar tidak bisa diterima.”
Peskov menekankan bahwa Moskow menilai tudingan yang dilontarkan oleh negara-negara Barat tidak dapat diterima, terutama mengingat belum ada informasi resmi dari otoritas terkait mengenai penyebab kematian Navalny.
“Saat ini, belum ada informasi resmi mengenai penyebab kematiannya. Namun, pernyataan-pernyataan seperti itu terus bermunculan. Jelas sekali, (pernyataan-pernyataan) ini benar-benar gila,” ucap Peskov dalam tanggapannya terhadap tudingan Barat yang mengaitkan Kremlin dengan kematian Navalny.
“Pernyataan-pernyataan semacam itu sama sekali tidak dapat diterima. Itu tidak dapat diterima,” tegasnya seperti yang dilaporkan oleh kantor berita TASS.
Maria Zakharova, juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, juga mengecam negara-negara Barat dan anggota NATO karena terburu-buru dalam melontarkan tudingan terkait kematian Navalny.
“Para pemimpin negara-negara NATO telah mengekspos diri mereka sendiri dengan reaksi spontan mereka terhadap kematian Navalny, dengan melontarkan tuduhan langsung terhadap Rusia,” ujar Zakharova.
Kementerian Luar Negeri Rusia secara resmi menyerukan semua pihak untuk menahan diri agar tidak melontarkan berbagai tuduhan terkait kematian Navalny.
“Kematian seseorang selalu merupakan sebuah tragedi. Daripada melontarkan tuduhan besar-besaran, kita harus menahan diri dan menunggu hasil resmi dari pemeriksaan medis forensik,” demikian pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri Rusia.
Sebelumnya, pihak berwenang Rusia mengumumkan bahwa Navalny meninggal pada Jumat (16/2) di penjara Arktik, sekitar sebulan sebelum pemilu yang akan memperpanjang kekuasaan Putin digelar. Navalny dianggap sebagai kritikus paling tajam terhadap Putin dan menjalani hukuman penjara 19 tahun yang dianggap bermotif politik.