Senja News – Komentar seorang peneliti dari Pusat Kajian Tata Pemerintahan (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) mengenai wacana penambahan jumlah kementerian dalam Kabinet Prabowo-Gibran telah muncul. Presiden terpilih, Prabowo Subianto, disebut-sebut ingin meningkatkan jumlah kementerian hingga mencapai 40.
Namun, rencana tersebut dinilai memiliki potensi untuk memperluas celah korupsi.
Menurut Cawapres terpilih tahun 2024, Mahfud MD, semakin banyak kementerian akan membuka peluang yang lebih besar bagi praktik korupsi.
Terkait rencana penambahan jumlah menteri, Presiden Joko Widodo menyatakan bahwa ia tidak memberikan masukan kepada Prabowo mengenai hal tersebut.
Wakil Presiden terpilih, Gibran Rakabuming Raka, menyebut bahwa wacana untuk menambah jumlah kementerian menjadi 40 masih dalam tahap pembahasan.
Gibran menegaskan bahwa pembahasan mengenai hal ini sebaiknya ditunda hingga ada keputusan resmi dari Prabowo.
Sementara itu, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Republik Indonesia, Yusuf Kalla, menyatakan bahwa jika penambahan kementerian dilakukan hanya untuk alasan politik atau akomodasi, maka kabinet tersebut pantas disebut sebagai kabinet politis.
Untuk menambah jumlah kementerian, diperlukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara, yang telah mengatur jumlah maksimal kementerian menjadi total 34.
Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara – Hukum Administrasi Negara mengusulkan beberapa kementerian baru, seperti Kementerian Pangan Nasional, Kementerian Perpajakan dan Penerimaan Negara, Kementerian Pengelolaan Perbatasan dan Pulau Terluar, serta Kementerian Kebudayaan.
Masih tersisa waktu lima bulan sebelum Presiden terpilih, Prabowo Subianto, dilantik dan menyiapkan susunan kabinetnya.
Bagi masyarakat, yang paling penting adalah efektifitas program pemerintah, sehingga yang dibutuhkan adalah pembantu presiden yang berkualitas, bukan sekadar kuantitas.