Senja News – Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) menanggapi pernyataan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati tentang kondisi industri tekstil dalam negeri.
Sebelumnya, Sri Mulyani menyatakan maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri tekstil disebabkan oleh praktik dumping di luar negeri.
Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta menilai pernyataan Sri Mulyani hanya upaya pengalihan isu untuk menutupi kegagalannya dalam membersihkan DitJen Bea Cukai Kementerian Keuangan.
Kalangan pertekstilan nasional menuding kinerja buruk dari DitJen Bea Cukai adalah salah satu penyebab utama badai PHK dan penutupan sejumlah perusahaan dalam dua tahun terakhir.
“Kita bisa lihat dengan mata telanjang, bagaimana banyak sekali oknum di Bea Cukai terlibat dan secara terang-terangan memainkan modus impor borongan/kubikasi dengan wewenangnya dalam menentukan impor jalur merah atau hijau di pelabuhan,” jelas Redma dalam keterangannya, dikutip Jumat (21/6/2024).
Menurut Redma, dari data trade map ada gap impor yang tidak tercatat dari China yang terus meningkat, dari US$ 2,7 miliar pada tahun 2021 menjadi US$ 2,9 miliar pada tahun 2022. Jumlahnya diperkirakan mencapai US$ 4 miliar pada tahun 2023.
Ia menuding tindakan oleh Bea Cukai bersama para relasi mafia impornya membuat penumpukan kontainer di pelabuhan, hingga memaksa pemerintah melakukan relaksasi impor melalui Permendag 8 2024.
“Dan di sini malah terkesan Bu Sri membela Bea Cukai dan menyalahkan kementerian lain yang mengeluarkan aturan pengendalian impor, padahal ini adalah perintah Presiden tanggal 6 Oktober 2023,” tambahnya.
Redma menyatakan mafia impor yang melibatkan para oknum di Bea Cukai sudah merambah berbagai level, mulai dari pejabat di pusat yang bertugas mengamankan dari sisi kebijakan, hingga pejabat daerah dan para petugas di lapangan sebagai eksekutornya.
“Makanya segala upaya usulan perbaikan sistem ditolak mentah-mentah,” tegas Redma.
“Sistem pemeriksaan Bea Cukai kita ketinggalan jauh dibanding Thailand, Malaysia, dan Singapura yang menerapkan sistem IT, AI Scanner,” tambahnya.
Namun, Redma tidak menampik seluruh pernyataan Sri Mulyani. Pihaknya mengakui bahwa memang ada praktik dumping yang dilakukan oleh China karena kondisi di sana oversupply yang sangat besar.
“Tapi aneh juga, sudah tahu ada dumping tapi perpanjangan safeguard tekstil yang sudah direkomendasi Menteri Perdagangan malah mandeg di meja Bu Sri lebih dari satu tahun,” jelasnya.
“Tapi kita tunggu apa yang akan dilakukan Bu Sri dalam menghadapi badai PHK di sektor ini, karena dalam dua tahun terakhir sudah tiga surat dilayangkan API dan APSyFI untuk bertemu Menkeu dan DirJen Bea Cukai, sama sekali tidak ada respon,” tambah dia.
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Pengusaha Konveksi Berkarya (IPKB), Nandi Herdiaman, menyatakan bahwa banjir impor dalam dua tahun terakhir sangat keterlaluan, membuat 60% anggotanya yang merupakan industri kecil menengah sudah tidak lagi beroperasi. Lalu, sisanya hanya beroperasi di bawah 50%.
“Pasar dalam negeri kita, baik offline maupun online, disikat semua oleh produk impor yang harganya tidak masuk akal,” tutup Nandi.