Senja News – Pada perdagangan Senin (10/6/2024), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berhasil mencatat kenaikan dan berakhir di zona hijau setelah mengalami volatilitas sepanjang hari tersebut.
IHSG berhasil menguat sebesar 0,34% hingga mencapai 6.921,55 poin. Kembali ke level psikologis 6.900 menjadi pencapaian penting IHSG pada hari itu. Transaksi IHSG mencapai sekitar Rp 8,8 triliun dengan volume perdagangan mencapai 28 miliar lembar saham yang diperdagangkan sebanyak 1,1 juta kali. Pada hari itu, 198 saham menguat, 381 saham mengalami koreksi, dan 205 saham menunjukkan stabilitas.
Beberapa saham menjadi penggerak utama IHSG pada hari tersebut. Emiten energi baru dan terbarukan (EBT) menjadi salah satunya. Mereka turut menopang pergerakan IHSG setelah sebelumnya menjadi pendorong penurunan dengan mencetak penurunan sebesar 23,5 poin indeks pada sesi pertama.
Pergerakan IHSG sempat dipengaruhi oleh sentimen global yang memburuk, khususnya terkait data tenaga kerja Amerika Serikat (AS) yang dirilis.
Data terkait pasar tenaga kerja AS menunjukkan peningkatan dengan Non Farm Payroll (NFP) atau jumlah pekerjaan di luar pertanian mencapai 272.000 pada bulan Mei 2024. Angka tersebut melampaui konsensus sebelumnya yang hanya memproyeksikan kenaikan sebesar 185.000 dari 175.000 pekerjaan pada bulan sebelumnya. Tingkat pengangguran juga naik sedikit menjadi 4%.
Kondisi ketatnya pasar tenaga kerja AS dapat mengindikasikan bahwa pendapatan masyarakat AS masih cukup untuk mendukung konsumsi yang kuat. Namun, hal ini juga berpotensi mempertahankan tingkat inflasi yang tinggi, yang kemungkinan sulit untuk mencapai target yang ditetapkan oleh the Fed.
Pada Rabu malam waktu Indonesia, AS akan merilis data inflasi untuk periode Mei 2024. Konsensus saat ini memperkirakan inflasi akan tetap stabil di 3,4% (year-on-year/yoy) dan inflasi inti akan melandai menjadi 3,5% yoy.
Jika data inflasi tersebut meleset dari perkiraan, diperkirakan the Fed akan tetap mempertahankan kebijakan moneter yang ketat lebih lama dari yang diperkirakan sebelumnya. Hal ini membuat pasar semakin pesimis terhadap kemungkinan pemangkasan suku bunga pada tahun ini.
Menurut perhitungan dari CME FedWatch Tool, peluang pemeliharaan suku bunga pada pertemuan pekan ini telah mencapai 97,8%, sementara peluang pemangkasan suku bunga pada bulan September semakin mengecil menjadi 46,6%, turun dari angka di atas 50% pada akhir pekan sebelumnya.
Ekspektasi pemangkasan suku bunga the Fed kini semakin mundur dari perkiraan sebelumnya. Jika pada pertemuan mendatang the Fed masih menunjukkan kecenderungan hawkish, maka kemungkinan gejolak di pasar keuangan, khususnya di aset berisiko, akan tetap berlanjut, termasuk di pasar saham Indonesia.
3.5
Baca juga
- No related posts.