Senja News – Parlemen Denmark menolak rancangan undang-undang (RUU) tentang pengakuan Negara Palestina. Alasan utama penolakan adalah kurangnya prasyarat yang diperlukan untuk pengakuan tersebut.
RUU tersebut diperkenalkan pada akhir Februari oleh empat partai sayap kiri, namun banyak politisi yang menentangnya. “Sebagian besar politisi Denmark sepakat bahwa tidak akan ada perdamaian abadi di Timur Tengah tanpa solusi dua negara,” kata Sascha Faxe, anggota parlemen The Alternative, seperti dikutip oleh Anadolu, Rabu, 29 Mei 2024. Faxe menambahkan bahwa dia melihat pengakuan ini sebagai cara untuk memberikan hak kepada warga Palestina.
Saat RUU tersebut diperdebatkan di parlemen pada April, Menteri Luar Negeri Lars Lokke Rasmussen menyatakan bahwa pemerintah tidak bisa mengakui negara Palestina. “Kami tidak dapat mengakui negara Palestina merdeka karena prasyaratnya tidak ada,” kata Rasmussen, mengacu pada kurangnya otoritas atau kendali penuh Palestina atas wilayahnya. Rasmussen tidak menghadiri pemungutan suara pada hari Selasa.
Keputusan Denmark diambil pada hari yang sama ketika negara tetangganya, Norwegia, serta Spanyol dan Irlandia, secara resmi mengakui negara Palestina pada Selasa, 28 Mei, dalam sebuah langkah yang disebut oleh Perdana Menteri Spanyol Pedro Sanchez sebagai ‘keputusan bersejarah’.
Lebih dari 36.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, telah tewas dan lebih dari 79.000 orang terluka akibat serangan gencar Israel di Jalur Gaza. Serangan-serangan tersebut telah mendorong 85 persen penduduk Gaza ke dalam pengungsian di tengah kekurangan makanan, air bersih, dan obat-obatan. Sementara itu, 60 persen infrastruktur di wilayah tersebut telah rusak atau hancur.
Israel dituduh melakukan genosida di Mahkamah Internasional. Keputusan sementara memerintahkan Tel Aviv untuk menghentikan tindakan genosida dan mengambil tindakan untuk menjamin bahwa bantuan kemanusiaan diberikan kepada warga sipil di Gaza.
Baca juga
- No related posts.