Senja News – Nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah pernyataan pejabat bank sentral AS, Federal Reserve (The Fed), yang masih pesimistis terhadap prospek penurunan inflasi AS.
Berdasarkan data Refinitiv, rupiah ditutup terdepresiasi sebesar 0,19% di angka Rp15.950 per dolar AS pada perdagangan penutupan pekan ini, Jumat (17/5). Pelemahan ini terjadi setelah rupiah menguat selama dua hari berturut-turut sejak 15 Mei 2024.
Meski melemah pada perdagangan kemarin, secara mingguan mata uang garuda masih mencatat apresiasi sebesar 0,56%. Sementara itu, indeks dolar AS (DXY) tercatat turun ke angka 104,59 pada pukul 14:52 WIB menjelang penutupan pasar kemarin atau naik 0,13% dibandingkan penutupan sebelumnya di angka 104,46. Angka ini menunjukkan rebound dari titik terendah sebelumnya di 104,08.
Presiden Fed Atlanta, Raphael Bostic, dalam komentarnya pada hari Kamis di Jacksonville, menyatakan bahwa pelonggaran inflasi di sektor perumahan pada bulan April merupakan perkembangan yang signifikan. Namun, ia menegaskan bahwa satu data saja tidak cukup untuk menentukan tren.
“Satu titik data bukanlah sebuah tren. Satu perubahan tidak menentukan… tiga bulan ke depan,” ujar Bostic dengan hati-hati.
Sebelumnya, U.S. Bureau of Labor Statistics melaporkan bahwa inflasi konsumen AS tercatat 3,4% secara tahunan (year on year/yoy) pada April 2024, sesuai dengan perkiraan konsensus Trading Economics sebesar 3,4%. Tingkat inflasi ini lebih rendah dibandingkan periode Maret 2024 yang sebesar 3,5%. Secara bulanan, inflasi AS berada di angka 0,3% pada April 2024, melandai dibandingkan Maret yang tercatat 0,4%.
Meskipun terdapat perlambatan inflasi, hal ini tidak serta merta mengindikasikan bahwa The Fed akan segera menurunkan suku bunga. Ketidakpastian mengenai langkah-langkah kebijakan moneter The Fed ke depan turut mempengaruhi pergerakan DXY yang mengalami rebound dari titik terendahnya.
Pelemahan rupiah di tengah kondisi ini mencerminkan kekhawatiran pasar terhadap ketidakpastian ekonomi global dan kebijakan moneter AS yang akan datang. Investor akan terus memantau perkembangan data ekonomi dan kebijakan The Fed yang berpotensi mempengaruhi nilai tukar dan stabilitas pasar keuangan.
Baca juga
- No related posts.