Senja News – Pada perdagangan Selasa (7/5/2024), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami koreksi, dengan pergerakan cenderung volatil. Saat penutupan, IHSG tercatat melemah sebesar 0,17% menjadi 7.123,61. Meskipun tidak mampu bertahan di zona hijau, IHSG masih bertahan di level psikologis 7.100.
Nilai transaksi indeks mencapai Rp 11 triliun pada akhir perdagangan hari itu, dengan volume transaksi mencapai 19 miliar lembar saham dan telah ditransaksikan sebanyak 1,1 juta kali. Secara sektoral, sektor transportasi menjadi penekan terbesar IHSG di akhir perdagangan, dengan penurunan mencapai 0,9%.
Selain itu, beberapa saham juga tercatat sebagai penekan IHSG pada akhir perdagangan. Berikut daftar saham-saham tersebut.
Daftar Saham Penekan IHSG
Saham perbankan Himbara PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) menjadi penekan terbesar IHSG pada akhir perdagangan, dengan penurunan mencapai 14,1 indeks poin.
IHSG menunjukkan volatilitas tinggi pada hari itu, meskipun secara keseluruhan, tren IHSG masih sideways, dengan bertahan di level psikologis 7.100.
IHSG yang mengalami “galau” terjadi di tengah sentimen pasar yang cenderung membaik setelah melemahnya dolar Amerika Serikat (AS) ke level 104, imbal hasil (yield) obligasi AS yang turun menjadi 4,49%, dan kondisi keuangan yang lebih longgar akibat prospek suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang membaik belakangan ini. Di sisi lain, dari dalam negeri, investor masih menimbang dampak pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal pertama 2024.
Kemarin, Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan bahwa ekonomi Indonesia pada kuartal I-2024 tumbuh sebesar 5,11% secara tahunan (year-on-year/yoy), melampaui ekspektasi dari polling CNBC Indonesia yang memperkirakan tumbuh sebesar 5,09% yoy. Berdasarkan data BPS, PDB Indonesia triwulan I-2024 mencapai Rp 5.288,3 triliun dalam harga berlaku dan Rp 3.112,9 triliun dalam harga konstan 2010.
Namun, karena perdagangan saham RI hanya berlangsung selama tiga hari pada pekan tersebut karena libur Panjang Hari Kenaikan Isa Almasih, investor cenderung kurang bersemangat untuk berinvestasi pada aset berisiko seperti saham.