Senja News – Gelombang protes mahasiswa menentang kekejaman Israel terhadap rakyat Palestina di Gaza merebak di sejumlah kampus terkemuka di Amerika Serikat (AS).
Peristiwa ini dipicu oleh tindakan represif aparat kepolisian terhadap para mahasiswa yang melakukan protes di Universitas Columbia nyaris dua pekan yang lalu.
Pada Rabu dini hari 17 April 2024, sekelompok mahasiswa mendirikan tenda di Universitas Columbia untuk menyuarakan protes terhadap aksi militer Israel di Gaza dan menyerukan agar kampus mereka mengakhiri segala bentuk kerjasama bisnis dengan perusahaan-perusahaan yang mendukung genosida di Gaza.
Pada saat yang sama, Presiden Universitas Columbia, Minouche Shafik, sedang menghadiri sidang di Capitol Hill untuk menjawab pertanyaan dari anggota dewan rakyat AS tentang antisemitisme di kampus dan langkah-langkah yang diambil untuk mengatasinya. Selama empat jam sesi tersebut berlangsung di Gedung Capitol, Shafik membela diri dan menyatakan bahwa para mahasiswa yang melakukan protes telah mengganggu dan mengintimidasi lingkungan kampus.
Dia menegaskan bahwa para mahasiswa sudah diberi peringatan bahwa pelanggaran terhadap kebijakan kampus akan berdampak pada konsekuensi.
Esok harinya, Shafik, sebagai Presiden Universitas Columbia, mengambil keputusan yang memicu gelombang protes di seluruh AS: memanggil aparat kepolisian NYPD untuk menghalau para demonstran mahasiswa dari kampus. Akibatnya, lebih dari 100 mahasiswa ditangkap.
Ini merupakan kali pertama penangkapan massal terjadi di Universitas Columbia sejak aksi protes Perang Vietnam lebih dari lima puluh tahun yang lalu.
“Kami semua terkejut,” kata Rashida Mustafa, seorang mahasiswa doktoral di Columbia. “Saya tidak percaya. Tapi ini seperti panggilan untuk bertindak.” Sehari berikutnya, kamp protes lain didirikan di lokasi yang berbeda di kampus.
Di Universitas Yale, institusi pendidikan elite lainnya di Connecticut, AS, kamp protes juga didirikan. Dan dalam beberapa hari berikutnya, aksi demonstrasi dilakukan di puluhan kampus di seluruh AS.
“Melihat kekuatan militer yang dipanggil oleh Yale untuk masuk ke kampus benar-benar mengguncang,” ujar Chisato Kimura, seorang mahasiswa hukum di Universitas New Haven, Connecticut. “Kami berunjuk rasa dengan damai.”
Di Universitas Texas di Austin, polisi negara bagian bahkan menggunakan kuda untuk menghentikan aksi demonstrasi mahasiswa. Di Universitas Emory di Atlanta, seorang profesor perempuan bahkan ditangkap dengan cara kasar oleh polisi.
Bagi sebagian pengamat, gelombang protes mahasiswa ini mengingatkan pada aksi serupa pada tahun 1960-an, saat para mahasiswa protes terhadap keterlibatan AS dalam Perang Vietnam.
Marianne Hirsch, seorang profesor Columbia yang turut berpartisipasi dalam aksi protes pada tahun 1960-an, menyebut, “Situasi di Gaza serupa dengan Perang Vietnam seharusnya membuat AS menghentikan semua kegiatan bisnisnya seperti yang biasa dilakukan.”
Ahmad Hasan, seorang lulusan Universitas Carolina yang juga ikut dalam aksi protes, meyakini bahwa aksi para mahasiswa akan berdampak lebih luas terhadap perilaku dan kebijakan AS.
“Ini adalah peran sejati mahasiswa: mengatakan kepada orang-orang bahwa perang Israel di Gaza ini tidak benar,” katanya, “bahwa kami tidak mendukungnya.”