Senja News – Kurator Pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara, Ridwan Kamil (Emil), mengakui bahwa dia telah mengingatkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tentang kompleksitas dalam membangun ibu kota negara. Emil menyampaikan hal tersebut dalam Rakornas Otorita IKN di Kempinski Hotel, Jakarta Pusat, pada Kamis (14/3/2024).
“Saya telah menyampaikan kepada Presiden, ‘Pak, membangun ibu kota negara bukanlah hal yang mudah, banyak yang gagal’,” ujar Emil.
Emil kemudian memberikan contoh beberapa ibu kota yang dianggap gagal di berbagai negara.
Sebagai contoh, Emil menyebutkan ibu kota Myanmar, Naypyidaw. Dia menjelaskan bahwa kota tersebut sangat sepi karena hanya difungsikan sebagai pusat pemerintahan tanpa mempertimbangkan aspek kota secara keseluruhan. “Mereka hanya memindahkan kantor-kantor.
Oleh karena itu, tidak ada perpaduan antara kota formal dan informal, di mana segala golongan masyarakat berinteraksi. Hal ini tidak boleh ditiru,” ungkapnya. Emil juga menyebutkan ibu kota Malaysia, Putrajaya, yang meskipun didesain dengan baik, namun menjadi sepi setelah maghrib.
Emil juga menyebutkan Canberra, Australia, memiliki nasib yang serupa. “Mengapa? Karena tempat tinggal mereka masih di Kuala Lumpur. Mereka berangkat bekerja di Putrajaya di pagi hari, namun kembali ke rumah di sore hari. Kota itu sepi di malam hari. Sebuah kota haruslah ramai baik di siang maupun di malam hari.
Semua jenis kegiatan harus ada di sana,” jelas Emil. “Hal yang sama terjadi di Australia. Kesibukan terjadi di Sydney, kesibukan terjadi di Melbourne, sementara ibu kota mereka sepi, kurang ramai. Kota itu memang indah dengan ciri khas Australia, namun sepi,” tambahnya.
Selanjutnya, Emil menyebutkan ibu kota Brasil, Brasilia, juga mengalami kegagalan karena terlalu luas dan kurang manusiawi. Menurutnya, jika sebuah kota tidak memiliki pejalan kaki, maka kota tersebut bisa dianggap gagal.
“Itulah sebabnya saya menyatakan bahwa IKN di wilayah dengan banyak penduduk harus memiliki konsep ‘liveable’, di mana pejalan kaki hadir. Jika di IKN tidak ada pejalan kaki, maka kita telah gagal dalam menciptakan kota yang manusiawi.
Jika semua orang harus menggunakan kendaraan bermotor untuk beraktivitas, maka itu adalah tanda sebuah kota yang gagal. Kita tidak boleh mengulang kesalahan yang sama seperti yang terjadi di Brasilia,” jelas Emil.
Dalam penilaian Emil, ibu kota terbaik adalah Washington DC, Amerika Serikat. Dia mengklaim bahwa Washington DC dibangun dari awal, mirip dengan apa yang dilakukan di IKN saat ini.
“Namun, dibutuhkan waktu 100 tahun untuk mencapai apa yang dimiliki Washington DC saat ini. Oleh karena itu, kita tidak boleh berharap bahwa dalam waktu 5 tahun, IKN akan menjadi luar biasa. Kita harus bersabar. Kita sebagai generasi yang membangun IKN, dan generasi berikutnya yang akan menikmati IKN sebagai kota kelas dunia pada tahun 2025. Itulah visi yang harus kita jalani,” tambah Emil.