Senja News – Kepala Badan Pangan Nasional, Arief Prasetyo Adi, menjelaskan alasan di balik keputusan pemerintah menambah kuota impor beras sebesar 1,6 juta ton, sehingga total kuota impor tahun ini menjadi 3,6 juta ton pada 2024. Keputusan ini diambil sebagai langkah antisipatif untuk menghadapi potensi kekurangan beras di masa mendatang, terutama mengingat ketidakpastian iklim yang dapat mempengaruhi produksi pertanian.
Arief menekankan pentingnya memiliki cadangan beras pemerintah (CBP) sebagai bentuk kewaspadaan terhadap perubahan kondisi iklim yang sulit diprediksi. Dalam pernyataannya, Arief menyatakan bahwa kebijakan impor sebelumnya telah membuktikan manfaatnya dengan menjaga stabilitas harga di tingkat petani.
“Ini tindakan pencegahan negara kita, harus memiliki cadangan pangan pemerintah. Tahun lalu, kita lihat hasilnya dari impor yang terukur, harga di tingkat petani tetap stabil. Kita harus bersinergi dengan BMKG untuk mempersiapkan diri menghadapi perubahan cuaca,” ujar Arief.
Langkah impor juga dijelaskan sebagai bagian dari sistem peringatan dini atau early warning system untuk memastikan ketersediaan pangan dan memberikan ruang untuk intervensi jika terjadi ketidakpastian pasokan.
Arief menambahkan bahwa kebijakan impor ini juga diperlukan untuk memenuhi kebutuhan cadangan beras pemerintah yang berfungsi sebagai alat intervensi harga dan stok di pasar. Dalam konteks kondisi pangan global yang kurang stabil, khususnya dalam hal harga, kebijakan impor ini dianggap sebagai langkah yang strategis.
“Harga pangan di dunia cenderung tinggi, sehingga harus disampaikan kepada publik bahwa biaya input petani naik. Kita harus memastikan agar petani tidak merugi dan tetap termotivasi untuk menanam,” tambah Arief.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan juga menyampaikan bahwa total impor beras pada tahun 2024 diperkirakan mencapai 3,6 juta ton, yang sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri yang mengalami penurunan produksi akibat pergeseran waktu panen.