Senja News – Duta Besar Amerika Serikat untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Linda Thomas-Greenfield, menyatakan bahwa draf resolusi Dewan Keamanan PBB mengenai gencatan senjata di Gaza dianggap tidak beralasan. Amerika Serikat kembali menggunakan hak veto dalam pemungutan suara terbaru di DK PBB terhadap draf tersebut. Thomas-Greenfield menjelaskan alasan di balik keputusan tersebut.
“Melanjutkan pemungutan suara hari ini dianggap sebagai angan-angan dan bertanggung jawab,” ujar Dubes tersebut pada Selasa (20/2), sebagaimana dikutip dari CNN.
Thomas-Greenfield juga menilai bahwa resolusi tersebut dapat merusak proses perundingan gencatan senjata yang sedang diupayakan antara Israel dan Hamas.
“Kami berharap dapat terlibat dalam sebuah perjanjian yang kami yakini akan mengatasi banyak kekhawatiran bersama,” tambahnya.
Pada Selasa (20/2), DK PBB menggelar pemungutan suara terkait draf resolusi gencatan senjata di Gaza yang diinisiasi oleh Aljazair.
Namun, Amerika Serikat, sebagai anggota tetap DK PBB yang memiliki hak veto, menggunakan haknya sehingga draf tersebut tidak mendapatkan persetujuan.
Reaksi terhadap veto AS datang dari Aljazair dan Palestina.
Duta Besar Aljazair untuk PBB, Amar Bendjama, menyatakan bahwa resolusi tersebut mendukung hak hidup warga Palestina.
“Pihak yang menentang draf resolusi ini menyiratkan dukungan terhadap kekerasan brutal dan hukuman kolektif yang menimpa mereka,” ujar Bendjama.
Sementara itu, Presiden Palestina, Mahmoud Abbas, mengatakan bahwa veto ini menjadikan AS sebagai negara mitra dalam kejahatan genosida, pembersihan etnis, hingga kejahatan perang yang dilakukan Israel.
Pasukan Israel masih terus melancarkan agresi terhadap Palestina sejak 7 Oktober, dengan terus menggempur warga dan objek sipil seperti rumah sakit hingga kamp pengungsian. Akibat serangan tersebut, lebih dari 29.000 jiwa di Palestina meninggal dan ratusan ribu rumah hancur.