Senja News – Pada Senin (12/2) dini hari waktu setempat, militer Israel melakukan serangan udara massal di Rafah, Gaza. Menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang dikelola oleh kelompok Hamas, setidaknya 52 orang tewas akibat serangan tersebut.
Dilaporkan oleh kantor berita AFP pada Senin (12/2/2024), para jurnalis dan saksi mata AFP menyaksikan serangkaian serangan hebat dan melihat asap membubung di atas kota yang padat tersebut. Rafah kini menjadi tempat tinggal lebih dari separuh total penduduk Gaza setelah mereka melarikan diri dari serangan Israel di lokasi lain di Jalur Gaza.
Hamas menyatakan bahwa serangan udara Israel tersebut mengenai 14 rumah dan tiga masjid di berbagai bagian Rafah.
Melalui pernyataan pada hari Senin, militer Israel menyatakan bahwa mereka “melakukan serangkaian serangan terhadap target teror di daerah Shaboura di selatan Jalur Gaza,” dan menambahkan bahwa serangan tersebut telah selesai.
Sebelumnya, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, telah memerintahkan pasukannya untuk mempersiapkan serangan darat di Rafah sebagai bagian dari upaya mereka untuk menghancurkan Hamas yang melakukan serangan mematikan pada 7 Oktober tahun sebelumnya.
Saat ini, sekitar 1,4 juta warga Palestina menghuni Rafah. Banyak dari mereka tinggal di tenda-tenda, sementara makanan, air, dan obat-obatan semakin sulit ditemukan. Rafah menjadi pusat populasi terakhir di Gaza yang belum ditempati oleh pasukan Israel sejak serangan Hamas pada 7 Oktober.
Rencana Netanyahu menuai kritik keras, dengan beberapa negara mendesak agar Israel tidak menyerang Rafah. Kota ini terletak dekat dengan perbatasan Mesir dan menjadi tempat perlindungan terakhir bagi warga sipil Palestina yang melarikan diri dari serangan Tel Aviv di wilayah lain di Jalur Gaza.
Beberapa negara, termasuk Amerika Serikat (sebagai sekutu Israel) dan kelompok bantuan kemanusiaan, menyampaikan keprihatinan mendalam terkait dampak serangan darat Israel terhadap warga sipil yang mengungsi di Rafah.