Daftar isi
Senja News – Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) baru-baru ini mengeluarkan putusan terkait pelanggaran etik yang dilakukan oleh Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy’ari, dalam menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden pada Pemilu 2024. Putusan ini membuka ruang diskusi luas di tengah persiapan pemungutan suara yang tinggal tujuh hari lagi.
Menurut majelis hakim DKPP yang dipimpin oleh Ketua DKPP Heddy Lugito, Hasyim Asy’ari bersama anggota KPU lainnya terbukti melakukan pelanggaran kode etik pedoman perilaku penyelenggara pemilu. Namun, tanggapan dari pihak terkait, termasuk Hasyim Asy’ari sendiri, menunjukkan sikap yang beragam terhadap putusan ini.
Respons Ketua KPU
Hasyim Asy’ari memberikan tanggapan yang terbilang minim saat dimintai komentar terkait keputusan DKPP. Dia menegaskan bahwa dirinya telah memberikan jawaban dan keterangan saat dipanggil sidang. Ketika ditanya mengenai integritas KPU yang dipertanyakan, Hasyim menolak untuk berkomentar lebih lanjut, hanya menyatakan, “Yang penting kerja, kerja, kerja terus.”
Tanggapan Gibran Rakabuming Raka
Gibran Rakabuming Raka, yang merupakan calon wakil presiden dari pasangan Prabowo Subianto, memberikan respons yang sangat singkat. Gibran menyatakan bahwa pertanyaan terkait putusan DKPP sudah dijawab sebelumnya, dan akan ditindaklanjuti. Tanggapan singkat ini menciptakan tanda tanya mengenai langkah selanjutnya yang akan diambil oleh tim kampanye pasangan tersebut.
Perspektif Bawaslu
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Rahmat Bagja, bahwa putusan DKPP terkait pelanggaran etik oleh Hasyim menyatakan Asy’ari tidak memiliki keterkaitan dengan status Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden. Bagja menekankan bahwa putusan DKPP lebih berfokus pada profesionalisme pribadi Hasyim. Meskipun menghormati keputusan tersebut, Bawaslu tidak memiliki kewenangan lebih terkait dengan KPU.
Perspektif Pakar Hukum Tata Negara
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, memberikan perspektif unik terkait putusan DKPP. Dia mengajak masyarakat sipil untuk melaksanakan “KUDETA konstitusional” melalui proses Pemilu 2024. Pernyataan ini sebagai respons terhadap anggapan bahwa putusan DKPP terlalu lambat dan tidak dapat mempengaruhi pemilihan calon.
Zainal menegaskan bahwa pemilu adalah proses demokratis yang memungkinkan perubahan konstitusi. Meskipun merespons putusan DKPP dengan keprihatinan, Zainal menekankan pentingnya tetap fokus pada proses pemilu dan mendorong partisipasi aktif masyarakat sipil untuk mengawasi pemilu agar terhindar dari kecurangan.
Kesimpulan
Putusan DKPP ini membuka sejumlah pertanyaan dan respons dari berbagai pihak terkait persiapan menuju pemungutan suara Pilpres 2024. Dalam menjelang pemilu yang semakin dekat, peran lembaga pengawas, tanggapan calon, dan partisipasi masyarakat sipil akan menjadi faktor penentu dalam memastikan kelancaran dan keadilan proses demokratis ini.