Berita Mancanegara, Senja News – Krisis ekonomi akut tengah melanda Sri Lanka menyebabkan puluhan ribu warganya geram. Mereka menggeruduk kantor presiden untuk melakukan unjuk rasa sebagai bentuk protes krisis yang semakin parah.
Tidak hanya krisis ekonomi saja, Sri Langka juga tengah mengalami krisis politik. Hal tersebut dapat terlihat jelas dalam aksi unjuk rasa tersebut. Warga menuntut Presiden Gotabaya Rajapaksa untuk mundur.
Diketahui bahwa selama dua dekade terakhir keluarga Rajapaksa menguasai lingkar politik di Sri Langka. Warga menganggap bahwa banyak di antara mereka yang tidak kompeten dalam mengelola negara.
Berbagai protes dari kalangan masyarakat ini pastinya membuat kondisi politik di negara tersebut kacau balau. Sebab memang, penyebab utama krisis adalah pemerintah tidak becus dalam pengelolaan ekonomi, terlebih saat pandemi.
Demo besar-besaran itu direspon oleh Perdana Menteri Srilanka yang merupakan kakak dari Gotabaya, Mahinda Rajapaksa. Ia berharap warga bisa bersabar sebab pemerintahan tidak mampu menyelesaikan krisis hanya dalam dua atau tiga hari.
Ia juga berjanji bahwa pemerintah akan menyelesaikannya sesegera mungkin. Namun Mahinda tidak menanggapi seruan untuk mundur dari pemerintahan. Justru, ia membela pemerintahannya.
Akibat krisis tersebut, Sri Langka mengalami krisis valuta asing, kenaikan harga pangan, kekurangan obat-obatan, kelangkaan bahan bakar, hingga pemadaman listrik beberapa pekan. Keterpurukannya tersebut membuat Sri Lanka meminta bantuan IMF.
Permintaan bantuan tersebut bertujuan untuk mendukung neraca pembayaran negara selama tiga tahun ke depan. Jumlah dana yang dibutuhkan sekitar 3 miliar USD atau setara dengan 50 trliun.
Baca juga : Erik Ten Hag Sepakat Gantikan Rangnick di MU